Selasa, 13 November 2012

HUKUM PERKAWINAN


HUKUM PERKAWINAN

Nikah adalah salah satu sendi pokok dalam bermasyarakat, oleh karena itu agama memerintahkan kepada umatnya untuk melangsungkan pernikahan, sehingga menghindarkan diri dari malapetaka yang diakibatkan dari perbuatan yang dilarang seperti perzinahan.
Pernikahan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan wanita dalam sebuah rumah tangga. Pernikahan menurut istilah adalah suatu perjanjian/aqad (ijab dan qabul) antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk menghalalkan hubungan badaniyah sebagaimana suami dan istri yang sah, didalamnya mengandung rukun-rukun dan syarat-syarat yang ditentukan oleh syari’at Islam.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an Surat An-Nuur ayat 32:
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian[1035] diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui”.(QS. An-Nuur :32)
            Sebagaimana perintah Allah tersebut, maka orang-orang yang telah layak kawin dianjurkan untuk bersegera melangsungkan perkawinan. Jika mereka miskin maka Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya, Allah memberikan kemudahan bagi hamba-Nya yang mau melakukan ibadah kepada-Nya, perkawinan termasuk dari ibadah.
            Pada bab berikut ini akan dibahas tentang berbagai aspek didalam nikah, mari kita pelajari bersama pembahasan berikut ini.
A.      Hukum, Tujuan, dan Rukun Munakahat (Pernikahan)
1.      Hukum Munakahat (Pernikahan)
Dilihat dari segi kondisi orang yang akan melaksanakan nikah, hukum nikah ada lima, yaitu sebagai berikut.
a.      Mubah, artinya diperbolehkan dan inilah yang menjadi dasar hukum perkawinan.
b.      Sunah, yaitu apabila orang yang akan melakukan perkawinan itu ttelah mempunyai keinginan, dan telah mempunyai bekal hidup untuk membiayai atau memberi nafkah secukupnya kepada tanggungannya.
c.      Wajib, apabila orang yang akan melakukan perkawinan itu telah mempunyai bekal hidup untuk memberi nafkah yang cukup, disamping ada kekhawatiran terjerumus kedalam perbuatan maksiat atau zina apabila tidak segera kawin.
d.      Makruh, yaitu apabila orang yang akan melakukan perkawinan itu telah mempunyai keinginan atau hasrat yang kuat, tetapi ia belum mempunyai bekal untuk memberi nafkah tanggungannya.
e.      Haram, yaitu apabila orang yang akan melakukan perkawinan itu mempunyai niat buruk, seperti niat untuk menyakiti perempuan yang dikawininya atau niat buruk lainnya.
Wanita yang haram dinikahi, antara lain sebagai berikut.
a.      Faktor keturunan
1)       Ibu, nenek, dan seterusnya ke atas
2)       Anak, cucu, dan seterusnya ke bawah
3)       Saudara perempuan sekandung atau bapak saja atau ibu saja
4)       Saudara perempuan dari bapak dan ibu
5)       Anak perempuan dari saudara laki-laki dan seterusnya ke bawah
6)       Anak perempuan dari saudara perempuan dan seterusnya ke bawah
b.      Faktor persusuan
1)     Ibu yang menyusuinya
2)     Saudara perempuan sepersusuan
c.      Faktor perkawinan
1)     Ibu dari istri(mertua)
2)     Anak tiri apabila sudah bercampur dengan ibunya
3)     Istri dari anak (menantu)
4)     Istri bapak (ibu tiri)
5)     Wanita yang bersuami
6)     Menghimpun dua saudara yang bersaudara

2.      Tujuan dan Maksud Pernikahan
Diantara maksud dan tujuan nikah adalah sebagai berikut :
1)     Untuk menegakkan rumah tangga yang tenteram penuh dengan limpahan kasih sayang
2)     Untuk memperoleh keturunan yang sah
3)     Untuk menjaga kehormatan dan harkat manusia
4)     Menciptakan ketenangan dan ketentraman jiwa
Adapun menurut Undang-Undang RI No. 1 tahun 1974, tujuan pernikahan adalah membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang maha Esa. Tujuan nikah secara umum adalah memenuhi hajat manusia (pria terhadap wanita dan sebaliknya) dalam rangka mewujudkan rumah tangga yang bahagia sesuai dengan ketentuan agama Islam. Kebahagiaan yang dimaksudkan dalam UU RI No. 1 Tahun 1974 adaalah keluarga yang bahagia secara lahir dan batin atau keluarga yang sakinah.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an Surat Ar-Ruum ayat 21 :
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.(QS. Ar-Ruum :21)
Keluarga yang bahagia akan tercipta apabila masing-masing anggota keluarga melakukan tugas sebagaiman fungsinya. Sebagai seorang suami harus bertanggung jawab atas keluarga dengan memberi nafkah kepada istri sesuai dengan kemampuan. Seorang istri harus senantiasa patuh dan berbakti kepada suami, dengan melakukan tugasnya sebagai seorang istri dan ibu rumah tangga yang memberikan pendidikan kepada anak-anaknya.
3.      Rukun Nikah
Adapun yang termasuk dalam rukun nikah adalah sebagai berikut.
a.      Adanya calon suami
Syaratnya: Islam, benar-benar pria, tidak dipaksa, bukan muhrim perempuan calon istri, tidak sedang haji atau ihram, dan umrah
b.      Adanya calon istri
Syaratnya: Islam, benar-benar perempuan, tidak dipaksa, halal bagi calon suami, tidak bersuami, tidak sedang ihram, haji, atau umrah
c.      Wali mempelai perempuan
Sabda Rasulullah SAW:
Artinya :”Perempuan mana saja yang menikah tanpa izin walinya, maka pernikahan itu batal (tidak sah).”(H.R. Empat orang ahli hadis kecuali Nasai)
d.      Dua orang saksi

B.       Perceraian
Perkawinan dimaksudkan untuk menciptakan kehidupan suami dan istri yang harmonis. Munculnya perbedaan antara suami dan istri serta timbulnya perselisihan tidak jarang akan membawa dampak pada keharmonisan rumah tangga.  Jalan keluar pertama adalah melakukan musyawarah agar keluarga menjadi utuh kembali. Jika cara tersebut gagal, maka pihak keluarga harus memberikan nasehat agar keretakan rumah tangga tidak terjadi. Namun apabila segala cara sudah ditempuh dan tidak membuahkan hasil, maka cara yang paling tepat adalah dengan perpisahan, cara ini diambil untuk kemaslahatan kedua belah pihak.
Perceraian adalah suatu perbuatan yang halal namun sangat dibenci oleh Allah SWT. Perceraian artinya memutuskan tali perkawinan antara suami dan istri. Rasulullah SAW bersabda dalam salah satu hadis:
“Perbuatan halal, tetapi paling dibenci oleh Allah SWT adalah talak”(H.R. Ashabus Sunan kecuali Nasa’i)
     Berikut ini adlah hal-hal yang dapat memutuskan ikatan perkawinan adalah meninggalnya salah satu pihak baik suami atau istri, talak, fasakh, khuluk, lian, ilak, dan zihar.
1.      Talak
Talak adalah lepasnya ikatan dalam perkawinan dengan mengucapkan secara suka rela. Ucapan talak dari pihak suami kepada istrinya. Adapun lafal talak, misalnya “Saya ceraikan engkau”. Talak dengan kata-kata yang jelas tersebut tidak memerlukan niat, sedangkan talak dengan kata-kata sindiran, misalnya “Pulanglah engkau kerumah orang tuamu.” Jika suami berniat menalak, maka jatuhlah talaknya, tetapi jika ia tidak berniat, maka tidak jatuh talaknya.
Talak dibagi menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut.
a.      Talak raj’i
Talak raj’i yaitu talak yang dijatuhkan suami terhadap istrinya untuk pertama atau kedua kalinya dan suami boleh rujuk kembali kepada istri yang telah ditalaknya selama masih dalam masa iddah. Juga masih dapat menikah kembali setelah habis masa iddahnya.
b.      Talak bain
Talak bain yaitu talak yang suaminya tidak boleh rujuk kembali kepada istrinya, melainkan harus dengan akad nikah baru.
2.      Fasakh
Fasakh adalah jatuhnya talak oleh keputusan hakim atas dasar pengaduan dari sang istri, setelah hakim mempertimbangkan kelayakannya, sementara suami tidak mau atau tidak dapat melakukan talak. Fasakh berlaku apabila :
a.      Terdapat aib (cacat) pada salah satu pihak, seperti suami impoten, berpenyakit kusta, dan sebagainya
b.      Suami tidak mampu memberikan nafkah
c.      Penganiayaan fisik berat
d.      Suami murtad, hilang tidak jelas hidup atau mati
3.      Khuluk
Menurut bahasa khuluk berarti tanggal. Dalam ilmu fikih, khuluk adalah talak yang dijatuhkan suami kepada istrinya dengan jalan tebusan dari pihak istri, baik dengan jalan mengembalikan mas kawin kepad suaminya atau memberikan sejumlah uang (harta) yang disetujui oleh mereka berdua.

4.      Li’an
Kata li’an menurut bahasa berarti alla ‘nu bainatsnaini fa sha ‘idan (saling melaknat yang terjadi di antara dua orang atau lebing ). Sedang, menurut istilah shar’i ,li’an ialah sumpah dengan ucapan tertentu yang diucapkan suami bahwa isterinya telah berzina atau menolak bayi yang lahir dari isterinya sebagai anak kandungnya, dan kemudian sang isteri pun bersumpah bahwa tuduhan suaminya yang ditujukan kepada dirinya itu bohong. Tentang masalah lian, Allah berfirman dalam Al-Qur’an Surat An-Nuur ayat 6-10:
6. Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), Padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, Maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, Sesungguhnya Dia adalah Termasuk orang-orang yang benar.
7. Dan (sumpah) yang kelima: bahwa la'nat Allah atasnya, jika Dia Termasuk orang-orang yang berdusta.
8. Istrinya itu dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya empat kali atas nama Allah Sesungguhnya suaminya itu benar-benar Termasuk orang-orang yang dusta.
9. Dan (sumpah) yang kelima: bahwa laknat Allah atasnya jika suaminya itu Termasuk orang-orang yang benar.
10. Dan andaikata tidak ada kurnia Allah dan rahmat-Nya atas dirimu dan (andaikata) Allah bukan Penerima taubat lagi Maha Bijaksana, (niscaya kamu akan mengalami kesulitan-kesulitan).
Apabila seorang laki-laki menuduh isterinya berbuat serong dengan laki-laki lain, kemudian isterinya menganggap bahwa tuduhannya bohong, maka pihak suami harus dijatuhi hukuman dera, kecuali dia mempunyai bukti yang kuat atau melakukan li’an. Orang-orang yang melakukan lian, maka terhadapnya diberlakukan hukum-hukum dibawah ini:
a.      Keduanya harus diceraikan
b.      Keduanya haram melakukan rujuk untuk selamanya
c.      Wanita yang bermula’anah berhak memiliki mahar
d.      Anak dari wanita yang bermulaa’anah, harus diserahkan kepada sang isterinya (ibunya) dan
e.      Isteri yang bermula’anah berhak menjadi ahli waris bagi anaknya, begitu pula sebaliknya

5.      Ilak
Kifarat sumpah ilak yang harus dipenuhi oleh suami boleh memilih diantara tiga hal berikut.
a.      Memberi makanan sepuluh orang miskin, setiap orangnya ¾ liter beras (makanan yang biasa dikeluarkan pada zakat fitrah)
b.      Memberi pakaian kepada sepuluh orang miskin dengan pakaian yang layak buat mereka
c.      Memerdekakan seorang hamba sahaya
Jika tidak mampu melaksanakan salah satu dari ketiga hal tersebut diatas, maka ia harus berpuasa tiga hari.
Firman Allah dalam Surat Al-baqarah:226-227:
226. Kepada orang-orang yang meng-ilaa' isterinya diberi tangguh empat bulan (lamanya). kemudian jika mereka kembali (kepada isterinya), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
227. Dan jika mereka ber'azam (bertetap hati untuk) talak, Maka Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.
6.      Zihar
Zihar adalah suami yang menyerupakan istrinya dengan ibunya, sehingga istrinya itu haram atasnya, seperti kata suami kepada istrinya,”Engkau tampak olehku seperti punggung ibuku.” Apabila seorang suami menzihar isterinya dan tidak dilanjutkan dengan talak, maka ia wajib membayar kafarat (denda). Apabila belum membayar kafarat tersebut, maka hukumnya haram bercampur dengan istrinya.

C.      Perkawinan Menurut Undang-Undang Ri No.1
Undang-undang RI No.1 Tahun 1974 terdiri atas 14 bab yang terbagi menjadi 67 pasal. Dalam pasal 1 dari undang-undang tersebut dijelaskan tentang pengertian dan tujuan perkawinan. Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isttri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhan Yang Maha Esa.
Tentang pencacatan perkawinan tercantum dalam Undang-Undang RI No. 1 tahun 1974 Pasal 2 Ayat 2 yang berbunyi tiap-tiap perkawinan dicatat menurut perundang-undangan yang berlaku.
Selanjutnya, dalam komilasi hukum Islam di Indonesia dirinci sebagai berikut.
1.      Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat islam setiap perkawinan harus dicatat
2.      Pencatatan perkawinan harus dilakukan oleh pegawai pencatat nikah
3.      Setiap perkawinan harus dilangsungkan di hadapan dan dibawah pengawasan pegawai pencatat nikah
4.      Perkawinan yang dilakukan diluar pengawasan pegawai pencatat nikah tidak mempunyai kekuatan hukum
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 2 Ayat 1 ditegaskan bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaanya. Selanjutnya penjelasan Pasal 2 Ayat 1 adalah sebagai berikut
1.      Dengan perumusan pada Pasal 2 Ayat 1 ini tidak ada perkawinan di luar hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu sesuai dengan UUD 1945
2.      Yang dimaksud dengan hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan termasuk ketentuan perundang-undangan yang berlaku bagi golongan agamanya dan kepercayaannya itu sepanjang tidak bertentangan atau tidak ditentukan lain dalam undang-undang itu 
Dalam kompilasi hukum Islam dapat dikemukakan sebagai berikut.
D.      Hikmah Munakahat
Hikmah pernikahan bagi yang bersangkutan adalah sebagai berikut ini
1.      Hikmah Pernikahan Bagi yang Bersangkutan
Hikmah nikah bagi memepelai berdua adalah berikut ini.
a.      Jiwa akan menjadi lebih tenang karena terjalin rasa kasih sayang dan kehidupan menjadi lebih terarah. Hal ini sesuai dengan firman Allah Al-Qur’an Surat Ar-Ruum ayat 21:
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.
b.      Menghindarkan diri dari perbuatan maksiat karena fitrah seksual tersalurkan
c.      Perniakahan adalah jalan terbaik untuk menciptakan keturunan yang baik, pernyataan tersebut sesuai dengan firman Allah Al-Qur’an Surat An-Nahl ayat 72:
Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka Mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?"
d.      Naluri kebapakan pada laki-laki dan naluri keibuan akan muncul dan melengkapi keluarga
e.      Mendorong seseorang lebih bertanggung jawab dengan keluarganya, bagi laki-laki bersungguh-sungguh untuk mencari rezeki yang halal dan baik, akrena dialah yang bertanggung jawab terhadap istri dan anaknya, baik yang berkaitan dengan jasmani maupun rohaninya
2.      Hikmah Nikah Bagi Masyarakat
a.      Lebih terjaminnya ketenangan dan ketentraman anggota masyarakat, karena anggota masyarakatnya terhindar dari perbuatan-perbuatan maksiat akibat dorongan dari naluri seksual yang tidak tersalurkan ke jalan yang benar dan halal
b.      Meringankan beban masyarakat, dengan jumlah anggota masyarakat yang banyak di satu sisi dapat meringankan beban dan tanggung jawab, terutama dalam bidang pembangunan fisik
c.      Memperkokoh hubungan tali persaudaraan dan memperteguh kelanggengan rasa cinta dan kasih sayang, serta tolong menolong dalam masyarakat. Sehingga masyarakat akan menjadi kuat dan semakin terjamin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar