HUKUM PERKAWINAN
Nikah
adalah salah satu sendi pokok dalam bermasyarakat, oleh karena itu agama
memerintahkan kepada umatnya untuk melangsungkan pernikahan, sehingga
menghindarkan diri dari malapetaka yang diakibatkan dari perbuatan yang
dilarang seperti perzinahan.
Pernikahan
adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan wanita dalam sebuah rumah
tangga. Pernikahan menurut istilah adalah suatu perjanjian/aqad (ijab dan
qabul) antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk menghalalkan hubungan
badaniyah sebagaimana suami dan istri yang sah, didalamnya mengandung
rukun-rukun dan syarat-syarat yang ditentukan oleh syari’at Islam.
Allah
SWT berfirman dalam Al-Qur’an Surat An-Nuur ayat 32:
“Dan
kawinkanlah orang-orang yang sedirian[1035] diantara kamu, dan orang-orang yang
layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu
yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan
kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui”.(QS. An-Nuur
:32)
Sebagaimana perintah Allah tersebut, maka orang-orang
yang telah layak kawin dianjurkan untuk bersegera melangsungkan perkawinan.
Jika mereka miskin maka Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya, Allah
memberikan kemudahan bagi hamba-Nya yang mau melakukan ibadah kepada-Nya,
perkawinan termasuk dari ibadah.
Pada bab berikut ini akan dibahas tentang berbagai aspek
didalam nikah, mari kita pelajari bersama pembahasan berikut ini.
A.
Hukum,
Tujuan, dan Rukun Munakahat (Pernikahan)
1.
Hukum
Munakahat (Pernikahan)
Dilihat dari segi kondisi orang yang
akan melaksanakan nikah, hukum nikah ada lima, yaitu sebagai berikut.
a. Mubah,
artinya diperbolehkan dan inilah yang menjadi dasar hukum perkawinan.
b. Sunah,
yaitu apabila orang yang akan melakukan perkawinan itu ttelah mempunyai
keinginan, dan telah mempunyai bekal hidup untuk membiayai atau memberi nafkah
secukupnya kepada tanggungannya.
c. Wajib,
apabila orang yang akan melakukan perkawinan itu telah mempunyai bekal hidup
untuk memberi nafkah yang cukup, disamping ada kekhawatiran terjerumus kedalam
perbuatan maksiat atau zina apabila tidak segera kawin.
d. Makruh,
yaitu apabila orang yang akan melakukan perkawinan itu telah mempunyai
keinginan atau hasrat yang kuat, tetapi ia belum mempunyai bekal untuk memberi
nafkah tanggungannya.
e. Haram,
yaitu apabila orang yang akan melakukan perkawinan itu mempunyai niat buruk,
seperti niat untuk menyakiti perempuan yang dikawininya atau niat buruk
lainnya.
Wanita
yang haram dinikahi, antara lain sebagai berikut.
a. Faktor
keturunan
1) Ibu,
nenek, dan seterusnya ke atas
2) Anak,
cucu, dan seterusnya ke bawah
3) Saudara
perempuan sekandung atau bapak saja atau ibu saja
4) Saudara
perempuan dari bapak dan ibu
5) Anak
perempuan dari saudara laki-laki dan seterusnya ke bawah
6) Anak
perempuan dari saudara perempuan dan seterusnya ke bawah
b. Faktor
persusuan
1) Ibu
yang menyusuinya
2) Saudara
perempuan sepersusuan
c. Faktor
perkawinan
1) Ibu
dari istri(mertua)
2) Anak
tiri apabila sudah bercampur dengan ibunya
3) Istri
dari anak (menantu)
4) Istri
bapak (ibu tiri)
5) Wanita
yang bersuami
6) Menghimpun
dua saudara yang bersaudara
2.
Tujuan
dan Maksud Pernikahan
Diantara maksud dan tujuan nikah adalah
sebagai berikut :
1) Untuk
menegakkan rumah tangga yang tenteram penuh dengan limpahan kasih sayang
2) Untuk
memperoleh keturunan yang sah
3) Untuk
menjaga kehormatan dan harkat manusia
4) Menciptakan
ketenangan dan ketentraman jiwa
Adapun
menurut Undang-Undang RI No. 1 tahun 1974, tujuan pernikahan adalah membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang maha
Esa. Tujuan nikah secara umum adalah memenuhi hajat manusia (pria terhadap
wanita dan sebaliknya) dalam rangka mewujudkan rumah tangga yang bahagia sesuai
dengan ketentuan agama Islam. Kebahagiaan yang dimaksudkan dalam UU RI No. 1
Tahun 1974 adaalah keluarga yang bahagia secara lahir dan batin atau keluarga
yang sakinah.
Allah
SWT berfirman dalam Al-Qur’an Surat Ar-Ruum ayat 21 :
“Dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri,
supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya
diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.(QS. Ar-Ruum :21)
Keluarga
yang bahagia akan tercipta apabila masing-masing anggota keluarga melakukan
tugas sebagaiman fungsinya. Sebagai seorang suami harus bertanggung jawab atas
keluarga dengan memberi nafkah kepada istri sesuai dengan kemampuan. Seorang
istri harus senantiasa patuh dan berbakti kepada suami, dengan melakukan tugasnya
sebagai seorang istri dan ibu rumah tangga yang memberikan pendidikan kepada
anak-anaknya.
3.
Rukun
Nikah
Adapun yang termasuk dalam rukun nikah
adalah sebagai berikut.
a. Adanya
calon suami
Syaratnya: Islam, benar-benar pria,
tidak dipaksa, bukan muhrim perempuan calon istri, tidak sedang haji atau
ihram, dan umrah
b. Adanya
calon istri
Syaratnya: Islam, benar-benar perempuan,
tidak dipaksa, halal bagi calon suami, tidak bersuami, tidak sedang ihram,
haji, atau umrah
c. Wali
mempelai perempuan
Sabda Rasulullah SAW:
Artinya :”Perempuan mana saja yang
menikah tanpa izin walinya, maka pernikahan itu batal (tidak sah).”(H.R. Empat
orang ahli hadis kecuali Nasai)
d. Dua
orang saksi
B.
Perceraian
Perkawinan dimaksudkan
untuk menciptakan kehidupan suami dan istri yang harmonis. Munculnya perbedaan
antara suami dan istri serta timbulnya perselisihan tidak jarang akan membawa
dampak pada keharmonisan rumah tangga. Jalan keluar pertama adalah melakukan
musyawarah agar keluarga menjadi utuh kembali. Jika cara tersebut gagal, maka
pihak keluarga harus memberikan nasehat agar keretakan rumah tangga tidak
terjadi. Namun apabila segala cara sudah ditempuh dan tidak membuahkan hasil,
maka cara yang paling tepat adalah dengan perpisahan, cara ini diambil untuk
kemaslahatan kedua belah pihak.
Perceraian adalah suatu
perbuatan yang halal namun sangat dibenci oleh Allah SWT. Perceraian artinya
memutuskan tali perkawinan antara suami dan istri. Rasulullah SAW bersabda
dalam salah satu hadis:
“Perbuatan
halal, tetapi paling dibenci oleh Allah SWT adalah talak”(H.R. Ashabus Sunan
kecuali Nasa’i)
Berikut
ini adlah hal-hal yang dapat memutuskan ikatan perkawinan adalah meninggalnya
salah satu pihak baik suami atau istri, talak, fasakh, khuluk, lian, ilak, dan
zihar.
1.
Talak
Talak adalah lepasnya
ikatan dalam perkawinan dengan mengucapkan secara suka rela. Ucapan talak dari
pihak suami kepada istrinya. Adapun lafal talak, misalnya “Saya ceraikan
engkau”. Talak dengan kata-kata yang jelas tersebut tidak memerlukan niat,
sedangkan talak dengan kata-kata sindiran, misalnya “Pulanglah engkau kerumah
orang tuamu.” Jika suami berniat menalak, maka jatuhlah talaknya, tetapi jika
ia tidak berniat, maka tidak jatuh talaknya.
Talak
dibagi menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut.
a. Talak
raj’i
Talak raj’i yaitu talak yang dijatuhkan
suami terhadap istrinya untuk pertama atau kedua kalinya dan suami boleh rujuk
kembali kepada istri yang telah ditalaknya selama masih dalam masa iddah. Juga
masih dapat menikah kembali setelah habis masa iddahnya.
b. Talak
bain
Talak bain yaitu talak yang suaminya
tidak boleh rujuk kembali kepada istrinya, melainkan harus dengan akad nikah
baru.
2.
Fasakh
Fasakh adalah jatuhnya
talak oleh keputusan hakim atas dasar pengaduan dari sang istri, setelah hakim
mempertimbangkan kelayakannya, sementara suami tidak mau atau tidak dapat
melakukan talak. Fasakh berlaku apabila :
a. Terdapat
aib (cacat) pada salah satu pihak, seperti suami impoten, berpenyakit kusta,
dan sebagainya
b. Suami
tidak mampu memberikan nafkah
c. Penganiayaan
fisik berat
d. Suami
murtad, hilang tidak jelas hidup atau mati
3.
Khuluk
Menurut bahasa khuluk berarti tanggal. Dalam ilmu
fikih, khuluk adalah talak yang
dijatuhkan suami kepada istrinya dengan jalan tebusan dari pihak istri, baik
dengan jalan mengembalikan mas kawin kepad suaminya atau memberikan sejumlah
uang (harta) yang disetujui oleh mereka berdua.
4.
Li’an
Kata li’an menurut bahasa berarti alla ‘nu bainatsnaini fa sha ‘idan (saling
melaknat yang terjadi di antara dua orang atau lebing ). Sedang, menurut
istilah shar’i ,li’an ialah sumpah dengan ucapan tertentu yang diucapkan suami
bahwa isterinya telah berzina atau menolak bayi yang lahir dari isterinya
sebagai anak kandungnya, dan kemudian sang isteri pun bersumpah bahwa tuduhan
suaminya yang ditujukan kepada dirinya itu bohong. Tentang masalah lian, Allah
berfirman dalam Al-Qur’an Surat An-Nuur ayat 6-10:
6.
Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), Padahal mereka tidak ada
mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, Maka persaksian orang itu
ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, Sesungguhnya Dia adalah Termasuk
orang-orang yang benar.
7.
Dan (sumpah) yang kelima: bahwa la'nat Allah atasnya, jika Dia Termasuk
orang-orang yang berdusta.
8.
Istrinya itu dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya empat kali atas nama Allah
Sesungguhnya suaminya itu benar-benar Termasuk orang-orang yang dusta.
9.
Dan (sumpah) yang kelima: bahwa laknat Allah atasnya jika suaminya itu Termasuk
orang-orang yang benar.
10.
Dan andaikata tidak ada kurnia Allah dan rahmat-Nya atas dirimu dan (andaikata)
Allah bukan Penerima taubat lagi Maha Bijaksana, (niscaya kamu akan mengalami
kesulitan-kesulitan).
Apabila seorang
laki-laki menuduh isterinya berbuat serong dengan laki-laki lain, kemudian
isterinya menganggap bahwa tuduhannya bohong, maka pihak suami harus dijatuhi
hukuman dera, kecuali dia mempunyai bukti yang kuat atau melakukan li’an.
Orang-orang yang melakukan lian, maka terhadapnya diberlakukan hukum-hukum
dibawah ini:
a. Keduanya
harus diceraikan
b. Keduanya
haram melakukan rujuk untuk selamanya
c. Wanita
yang bermula’anah berhak memiliki mahar
d. Anak
dari wanita yang bermulaa’anah, harus diserahkan kepada sang isterinya (ibunya)
dan
e. Isteri
yang bermula’anah berhak menjadi ahli waris bagi anaknya, begitu pula
sebaliknya
5.
Ilak
Kifarat sumpah ilak
yang harus dipenuhi oleh suami boleh memilih diantara tiga hal berikut.
a. Memberi
makanan sepuluh orang miskin, setiap orangnya ¾ liter beras (makanan yang biasa
dikeluarkan pada zakat fitrah)
b. Memberi
pakaian kepada sepuluh orang miskin dengan pakaian yang layak buat mereka
c. Memerdekakan
seorang hamba sahaya
Jika
tidak mampu melaksanakan salah satu dari ketiga hal tersebut diatas, maka ia
harus berpuasa tiga hari.
Firman
Allah dalam Surat Al-baqarah:226-227:
226. Kepada orang-orang yang
meng-ilaa' isterinya diberi tangguh empat bulan (lamanya). kemudian jika mereka
kembali (kepada isterinya), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.
227. Dan jika mereka ber'azam
(bertetap hati untuk) talak, Maka Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha
mengetahui.
6.
Zihar
Zihar adalah suami yang
menyerupakan istrinya dengan ibunya, sehingga istrinya itu haram atasnya,
seperti kata suami kepada istrinya,”Engkau tampak olehku seperti punggung
ibuku.” Apabila seorang suami menzihar isterinya dan tidak dilanjutkan dengan
talak, maka ia wajib membayar kafarat (denda). Apabila belum membayar kafarat
tersebut, maka hukumnya haram bercampur dengan istrinya.
C.
Perkawinan
Menurut Undang-Undang Ri No.1
Undang-undang RI No.1
Tahun 1974 terdiri atas 14 bab yang terbagi menjadi 67 pasal. Dalam pasal 1
dari undang-undang tersebut dijelaskan tentang pengertian dan tujuan
perkawinan. Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan
seorang wanita sebagai suami isttri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah
tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhan Yang Maha Esa.
Tentang pencacatan
perkawinan tercantum dalam Undang-Undang RI No. 1 tahun 1974 Pasal 2 Ayat 2
yang berbunyi tiap-tiap perkawinan dicatat menurut perundang-undangan yang
berlaku.
Selanjutnya,
dalam komilasi hukum Islam di Indonesia dirinci sebagai berikut.
1. Agar
terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat islam setiap perkawinan harus
dicatat
2. Pencatatan
perkawinan harus dilakukan oleh pegawai pencatat nikah
3. Setiap
perkawinan harus dilangsungkan di hadapan dan dibawah pengawasan pegawai
pencatat nikah
4. Perkawinan
yang dilakukan diluar pengawasan pegawai pencatat nikah tidak mempunyai kekuatan
hukum
Dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 2 Ayat 1 ditegaskan
bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama
dan kepercayaanya. Selanjutnya penjelasan Pasal 2 Ayat 1 adalah sebagai berikut
1. Dengan
perumusan pada Pasal 2 Ayat 1 ini tidak ada perkawinan di luar hukum
masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu sesuai dengan UUD 1945
2. Yang
dimaksud dengan hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan termasuk ketentuan
perundang-undangan yang berlaku bagi golongan agamanya dan kepercayaannya itu
sepanjang tidak bertentangan atau tidak ditentukan lain dalam undang-undang itu
Dalam
kompilasi hukum Islam dapat dikemukakan sebagai berikut.
D.
Hikmah
Munakahat
Hikmah pernikahan bagi yang bersangkutan
adalah sebagai berikut ini
1.
Hikmah
Pernikahan Bagi yang Bersangkutan
Hikmah nikah bagi memepelai berdua
adalah berikut ini.
a. Jiwa
akan menjadi lebih tenang karena terjalin rasa kasih sayang dan kehidupan
menjadi lebih terarah. Hal ini sesuai dengan firman Allah Al-Qur’an Surat
Ar-Ruum ayat 21:
Dan
di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.
b.
Menghindarkan diri dari perbuatan
maksiat karena fitrah seksual tersalurkan
c.
Perniakahan adalah jalan terbaik untuk
menciptakan keturunan yang baik, pernyataan tersebut sesuai dengan firman Allah
Al-Qur’an Surat An-Nahl ayat 72:
Allah
menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan
bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu
rezki dari yang baik-baik. Maka Mengapakah mereka beriman kepada yang bathil
dan mengingkari nikmat Allah ?"
d.
Naluri kebapakan pada laki-laki dan
naluri keibuan akan muncul dan melengkapi keluarga
e.
Mendorong seseorang lebih bertanggung
jawab dengan keluarganya, bagi laki-laki bersungguh-sungguh untuk mencari
rezeki yang halal dan baik, akrena dialah yang bertanggung jawab terhadap istri
dan anaknya, baik yang berkaitan dengan jasmani maupun rohaninya
2.
Hikmah
Nikah Bagi Masyarakat
a. Lebih
terjaminnya ketenangan dan ketentraman anggota masyarakat, karena anggota
masyarakatnya terhindar dari perbuatan-perbuatan maksiat akibat dorongan dari
naluri seksual yang tidak tersalurkan ke jalan yang benar dan halal
b. Meringankan
beban masyarakat, dengan jumlah anggota masyarakat yang banyak di satu sisi
dapat meringankan beban dan tanggung jawab, terutama dalam bidang pembangunan
fisik
c. Memperkokoh
hubungan tali persaudaraan dan memperteguh kelanggengan rasa cinta dan kasih
sayang, serta tolong menolong dalam masyarakat. Sehingga masyarakat akan menjadi
kuat dan semakin terjamin.